Rabu, 23 Desember 2009

Indonesia Dalam Open Sky Policy ASEAN

Berdasarkan kesepakatan dalam The ASEAN Air Transport Working Group: The Roadmap For The Integration of ASEAN: Competitive Air Services Policy, negara-negara Asean sepakat membuka wilayah udara mereka untuk penerbangan komersil, secara bertahap mulai tahun 2010 hingga 2015. Para Menteri Perhubungan negara ASEAN sepakat meneken kesepakatan itu pada saat Pertemuan Tingkat Menteri ASEAN ke-9 di Myanmar pada Oktober 2003. Untuk mewujudkan integrasi ASEAN pada 2015, negara-negara ASEAN sepakat melakukan tahapan liberalisasi udara ASEAN mulai tahun 2010 sampai secara penuh untuk penumpang dan barang pada tahun 2015. Pada tahap awal, open sky berlaku untuk kargo yang mulai berjalan 2010. Selanjutnya secara bertahap untuk pesawat penumpang.

Yang menjadi pertanyaan adalah apakah Indonesia sudah siap untuk melaksanakan open sky policy tersebut mengingat kondisi penerbangan Indonesia yang masih sangat buruk. Nantinya apabila negara-negara ASEAN sepakat melaksanakan open sky policy maka setiap maskapai penerbangan setiap negara ASEAN bebas mengangkut dan menurunkan penumpang di bandara manapun di wilayah ASEAN. Sebenarnya kebijakan itu sangat menguntungkan, tetapi bagi negara yang memiliki maskapai penerbangan dan bandara serta fasilitas penerbangan yang memadai. Coba kita bandingkan kondisi penerbangan Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Indonesia memiliki 26 bandara internasional, Malaysia 6 buah, dan Singapura cuma memiliki 1 bandara internasional. Hal tersebut menandakan bahwa secara logika Indonesia lah yang paling dirugikan karena wilayah penerbangan dan potensi pasarnya lebih dibuka luas untuk negara lain. Analoginya adalah MAS atau Singapore Airlines bisa mengangkut dan menurunkan penumpang di 26 bandara di Indonesia, sedangkan Garuda Indonesia hanya bisa mengangkut dan menurunkan penumpang di 6 bandara di Malaysia dan 1 bandara di Singapura, itu akan merugikan negara kita apalagi Indonesia memiliki pasar yang paling potensial dengan jumlah penduduk terbanyak.

Dari segi kesiapan maskapai lokal Indonesia, saya rasa kita belum siap. Maskapai penerbangan Indonesia masih sangat tertinggal jauh dari maskapai milik Malaysia maupun Singapura. Dari segi pelayanan, kenyamanan, apalagi keselamatan, maskapai Indonesia sangat tertinggal jauh. Apabila maskapai Indonesia tidak siap maka kebijakan open sky policy akan menyebabkan pangsa pasar diambil oleh maskapai negara lain, bisa Malaysia Airlines, Singapore Airlines, atau Thai Airways yang memiliki track record yang sangat baik dari segi pelayanannya. Dengan demikian, ancaman pun akan terjadi bagi industri penerbangan kita karena persaingan akan sangat ketat. Sebagaimana kita ketahui, Indonesia dengan jumlah penduduk yang sangat besar merupakan pangsa pasar potensial bagi maskapai penerbangan negara lain.

Sebenarnya Open Sky Policy sangat menguntungkan karena masyarakat ASEAN akan mudah apabila ingin melakukan mobilisasi dan integrasi Masyarakat ASEAN pun akan semakin kuat karena mudahnya mobilisasi manusia dan barang. Masyarakat Indonesia akan mudah untuk mencari maskapai penerbangan apabila ingin pergi ke Filipina, Vietnam, bahkan Kamboja dan negara-negara ASEAN lainnya apabila kebijakan open sky policy ini terlaksana. Namun yang perlu dilakukan agar negara tidak dirugikan oleh kebijakan ini adalah memperkuat dunia penerbangan dalam negeri. Pemerintah harus memperbaiki industri penerbangan dalam negeri, maskapai domestik harus dikuatkan, pelayanan dan keselamatan harus diperkuat agar tetap mampu bersaing dengan maskapai negara ASEAN lainnya, karena apabila tidak Indonesia akan tergilas habis oleh liberalisasi ini.

Dunia Penerbangan Indonesia Tahun 2009

Dari tahun ke tahun perkembangan dunia penerbangan di Indonesia semakin maju, khususnya dalam bisnis airline. Sebagai negara kepulauan dengan jumlah penduduk yang besar, Indonesia adalah pasar potensial bagi bisnis penerbangan. Tidak mengherankan saat ini Indonesia memiliki jumlah airline yang cukup banyak, lebih dari 10 airline dari airline yang besar hingga perintis.
Memasuki tahun 2009, dunia penerbangan Indonesia semakin cerah. Hal itu dikarenakan pengesahan UU Penerbangan No.1 Tahun 2009 revisi dari UU. No.15/1992 oleh DPR. Dengan demikian para pemegang peranana industri penerbangan Indonesia sudah mempunyai rambu-rambu atau peraturan-peraturan sebagai pilar untuk menghadapi permasalahan-permasalahan yang ada. Secara langsung, UU Penerbangan tersebut menaikkan kepercayaan masyarakat baik domestik maupun internasional terhadap dunia penerbangan Indonesia. Selain pengawasan yang dilakukan regulator semakin ketat, isi dari UU tersebut lebih banyak menyoroti tentang safety dan security yang selama ini dituntut oleh mereka.
Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah menunjukkan kemajuan serius dalam upaya meningkatkan keselamatan dan keamanan bidang penerbangan udara. Indonesia kini telah mampu memenuhi standar internasional dari ICAO terkait keselamatan operasi penerbangan. Di tahun 2009 ini juga, Indonesia berhasil keluar dari larangan terbang bagi maskapai Indonesia yang diberlakukan oleh Uni Eropa. Hal tersebut menunjukkan bahwa penerbangan Indonesia dianggap telah memenuhi standar keselamatan internasional dan mendapatkan kepercayaan kembali dari Uni Eropa. Namun demikian, upaya peningkatan keselamatan penerbangan Indonesia harus terus ditingkatkan karena sampai saat ini Indonesia bersama Angola, Liberia, Sudan, dan Korea Utara dianggap negara dengan kondisi penerbangan yang paling rawan di dunia. Untuk tahun ini saja setidaknya sudah lebih dari 10 kecelakaan pesawat yang terjadi di Indonesia walaupun tidak ada kecelakaan yang serius seperti yang terjadi pada tahun 2008 lalu. Tahun 2009 ini kecelakaan serius hanya terjadi pada penerbangan militer Indonesia (seperti tragedi hercules), bukan pada penerbangan sipil.
Selain itu, pada tahun 2009 ini juga pemerintah mencanangkan safety management system (SMS) pada seluruh operator penerbangan yang dipimpin langsung oleh pemimpin perusahaan tersebut. Semoga penerbangan Indonesia di tahun 2010 bisa terus meningkat baik dari segi keselamatan, kenyamanan, dan memberikan keuntungan bagi industri penerbangan Indonesia dan masyarakat Indonesia karena pesawat adalah sarana transportasi paling efektif bagi negara kepulauan seperti Indonesia ini.




Sabtu, 19 Desember 2009

Nasib Olahraga Indonesia Kian Suram

SEA Games ke-25 Laos resmi ditutup Jumat (18/12) malam lalu dan Thailand resmi keluar sebagai juara umum. Indonesia kembali gagal tampil sebagai yang terbaik di region Asia Tenggara ini dimana negeri tercinta hanya mampu menduduki posisi ketiga di bawah Thailand dan Vietnam yang menjadi runner-up. Walaupun posisi Indonesia membaik dibandingkan SEA Games ke-24 di Thailand 2 tahun lalu, namun hasil tersebut belum cukup menggambarkan bahwa olahraga prestasi nasional telah membaik. Justru yang terjadi adalah kebalikannya, bagaimana nasib olahraga Indonesia di ke depannya?

Indonesia hanya mengumpulkan 43 emas, 53 perak, dan 74 perunggu. Perolehan medali tersebut jauh dibawah Thailand (86 emas) dan Vietnam (83) yang terpaut sampai 40 medali emas, dua kali lipat dari perolehan medali emas yang kita miliki. Belum selesai sampai disitu, perolehan medali kita hanya unggul tipis dari Malaysia (40 medali emas) dan Filipina (38 medali emas). Itu cuma dari segi perolehan medali saja. Kemudian coba kita liat dari cabang-cabang olahraga yang dipertandingkan, disitu kita akan melihat betapa fondasi olahraga Indonesia masih sangat rapuh dan tertinggal dibandingkan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Liat saja cabang olahraga sepakbola yang memiliki supporter paling fanatik di negeri ini dan mendapatkan perilaku istimewa dari PSSI dengan dikirimnya mereka latihan sampai ke Uruguay dengan menelan biaya yang sangat besar, namun hasilnya? NOL BESAR, Tim sepak bola Indonesia dipercundangi tim lemah Laos “dua” gol tanpa balas, dan yang lebih memalukan lagi Merah Putih harus tersingkir di penyisihan group. Bukan cuma sepak bola saja, di cabang tenis meja dan tinju, Indonesia belum bisa berbicara banyak karena sama sekali tidak mendapatkan satu keping medali emas pun. Padahal seperti yang kita ketahui, pada tahun 1990-an Indonesia pernah mendominasi di dua cabang olahraga tersebut. Yang cukup mengkhawatirkan adalah dari cabang bulutangkis dan pencak silat. Pada cabang bulutangkis, walaupun atlet-atlet putra kita masih mendominasi namun pada atlet putri justru terjadi sebaliknya, Indonesia harus rela dipermalukan Malaysia, bahkan Thailand yang selama ini bukan menjadi pesaing berat di cabang bulutangkis bisa mengalahkan Indonesia. Hal tersebut menandakan bahwa superioritas kita di cabang ini sudah memudar. Untuk cabang pencak silat, dimana seharusnya menjadi lumbung emas Indonesia, namun yang terjadi adalah Vietnam berhasil mengambil alih superioritas pencak silat dari Indonesia.

Dari gambaran diatas kemudian muncul suatu pertanyaan, apa yang salah sebenarnya pada olahraga Indonesia? Indonesia adalah negara dengan penduduk yang terbanyak dan merupakan negara terbesar di Asia Tenggara. Seharusnya tidak sulit mencari bibit-bibit unggul untuk atlet-atlet masa depan Indonesia mengingat melimpahnya SDM yang dimiliki oleh tanah air. Mengapa disaat negara-negara Asia Tenggara lainnya mulai memperlihatkan kemajuan olahraganya, namun yang terjadi di Indonesia adalah sebaliknya? Apa yang salah?

Kegagalan di SEA Games Laos memang lebih disebabkan karena belum mampunya Indonesia membenahi tiga cabang olahraga yang menjadi lumbung emas, yakni akuatik, atletik, dan menembak. Namun alasan mendasar bukan terletak pada belum mampunya Indonesia mendominasi tiga cabang olahraga itu tetapi mengapa Indonesia belum bisa membenahinya? Kalau dari segi SDM tidak mungkin, karena Indonesia punya banyak bibit unggul diluar sana, kalau pemerintah serius untuk menjaring bibit unggul pasti kita bisa memiliki atlet-atlet handal. Dan tentunya hal itu tidak sebegitu mudah kalau pemerintah belum bisa memperbaiki manajemen dan regenerasi atlet. Selama ini manajemen atlet sangat buruk, fasilitas tidak memadai, pesangon dan masa depan suram, ditambah model regenerasi yang lambat. Hal itulah yang perlu kita cari jalan keluarnya, bagaimana pemerintah harus bisa menjaring bibit unggul sebanyak-banyaknya dan melatih mereka, dan tentunya menjamin kesejahteraan para atlet. Pemerintah jangan beralasan lagi tidak memiliki dana, karena sebenarnya bisa memberdayakan swasta untuk membantu pemerintah, tergantung bagaimana pemerintah bisa mengajak swasta untuk bekerja sama. Indonesia seharusnya bisa mencontoh Vietnam, dari negeri yang tidak diunggulkan di era 1990-an namun saat ini menjadi kekuatan superior baru di kawasan. Vietnam berhasil karena seriusnya pemerintah Vietnam melakukan pembenahan dan peningkatan olahraga di negerinya. Indonesia harus segera bangkit dari keterpurukan, sebagai negara terbesar dari segi jumlah penduduk dan wilayah serta ekonomi (Indonesia adalah satu-satunya negara anggota G20 dari kawasan Asia Tenggara) harus menunjukkan superioritasnya di kawasan, tidak hanya secara politik dan ekonomi, namun dari soft-powernya yakni olahraga sehingga kekuatan Indonesia di kawasan maupun pada level internasional tetap disegani dan diperhitungkan. Bangkitlah Indonesiaku...

Nasib Bumi Kian Terancam: “Copenhagen Accord”, Kesepakatan Iklim Terburuk Dalam Sejarah.

KTT (COP) ke-15 di Kopenhagen, Denmark sudah bisa dipastikan berakhir. Setelah dua pekan bernegosiasi, ditambah mundur selama sehari akhirnya KTT menghasilkan suatu keputusan yang dikenal dengan Copenhagen Accord. Walaupun KTT terancam deadlock karena negara-negara Annex 1 tidak menemukan kesepakatan dengan negara-negara Non Annex akhirnya COP memutuskan sebuah draft keputusan yang mencatat (take note) dan melampirkan `Copenhagen Accord`, serta disebutkan negara-negara yang memprakarsai dan mendukung. Ya walaupun istilah mencatat atau take note yang diputuskan dalam sidang merupakan salah satu tahap terendah dalam sebuah keputusan, di bawah perjanjian (treaty) atau kesepakatan (agreement), namun itu lebih baik dibandingkan tidak terjadi kesepakatan sekalipun.

Perjanjian terancam mengalami kebuntuan ketika Amerika Serikat tidak menemukan kata sepakat dengan Cina mengenai pengurangan emisi-nya. Kedua negara sama-sama melakukan strategi contending dalam perundingan. Cina enggan menurunkan emisinya di sela-sela perundingan, begitupun dengan Amerika Serikat. Sikap kedua negara wajar dilakukan mengingat kepentingan nasional kedua negara karena saat ini Cina merupakan negara industri yang mengalami pertumbuhan yang tercepat di dunia, dan Amerika Serikat yang notabene merupakan negera industri maju.

Keputusan Kopenhagen atau Copenhagen Accord tidak mengikat secara hukum negara-negara maju untuk menurunkan emisi dalam jumlah besar, seperti permintaan yang muncul selama negosiasi. Keputusan Kopenhagen diambil untuk menghindari konferensi tidak menghasilkan apapun. Keputusan ini tidak mencapai keputusan yang mengikat secara hukum (legally binding agreement) tapi hanya berupa keputusan (decision) yang merupakan hasil paling lemah dalam sebuah konferensi multilateral. Walaupun Draft keputusan COP tersebut lebih baik dibandingkan "Bali Action Plan" sebagai hasil COP ke-13 2007, yaitu telah menyebutkan angka berupa penanganan dampak perubahan iklim harus bisa menahan temperatur global dibawah dua derajat celcius pada 2020 dan jumlah sumber dana sampai 100 miliar dolar AS pada 2020 untuk penanganan dampak perubahan iklim, namun keputusan ini menandakan bahwa rejim tidak bisa memaksakan negara-negara maju untuk menurunkan emisi dalam jumlah besar sehingga sangat dikhawatirkan bahwa negara-negara maju dengan mudahnya akan defect dalam kasus perubahan iklim karena tidak ada ketentuan hukum di dalamnya, yang bisa mengancam nasib bumi dan makhluk hidup yang ada di dalamnya. Hal itu gampang terjadi karena sifat negara yang sangat realis untuk mencapai kepentingan nasionalnya. Bumi kita tidak bisa menunggu lama lagi, kita tidak bisa berdiam diri lagi, walaupun kita memerlukan sistem internasional untuk menyelesaikan masalah perubahan iklim, namun aksi individu setiap masyarakat internasional dengan hidup dengan gaya ramah lingkungan setidaknya bisa memberikan kontribusi untuk mempertahankan bumi sampai ditemukan kata sepakat oleh 194 negara di dunia untuk menghasilkan keputusan yang jelas dan mengikat untuk menyelematkan bumi, mudah-mudaha bisa terealisasi di Korea tahun 2012. Ayo Selamatkan Bumi Kita.

Kamis, 03 Desember 2009

Bangkitlah Pariwisata Indonesia

Berdasarkan hasil survey World Economic Forum 2009, Indonesia menempati posisi 81 dari 133 negara di dunia dalam daya saing pariwisata. Indeks daya saing kepariwisataan itu dinilai dari kerangka regulasi, infrastuktur dan bisnis, serta SDM, budaya, dan alam. Tiga indeks itu kemudian terbagi dalam 14 subindeks yang dinilai. Peringkat itu jauh dibawah peringkat negara-negara Asia Tenggara lainnya, lihat saja Singapura (10), Malaysia (32), Thailand (39), bahkan Brunei Darussalam (69), dan Indonesia hanya unggul tipis dari Filipina (86) dan Vietnam (89). Padahal sebagaimana kita ketahui sendiri Indonesia memiliki beragam objek wisata mulai dari alamnya (mulai dari pantai sampai gunung), ecotourism, wisata belanja, heritage, budaya dan kesenian yang beragam dan menarik. Dan kesemuanya itu jauh lebih unggul apabila kita bandingkan dengan negara di kawasan Asia Tenggara lainnya. Hal itu bisa dilihat pada peringkat Indonesia yang berhasil menempati posisi 10 besar dalam prioritas pariwisata.




Saya telah mengunjungi Malaysia dan Thailand, dan kebetulan saya juga sempat melakukan riset tentang strategi pemasaran pariwisata Malaysia. Dari segi penawaran wisata-nya, kalau boleh jujur Indonesia sebenarnya bisa berbangga karena Indonesia memiliki banyak alternatif wisata yang sebenarnya bisa ditawarkan. Malaysia hanya menawarkan wisata yang sebenernya di Indonesia tempat wisata itu sangatlah biasa, kurang menarik, dan bahkan terkesan sengaja dipaksakan menjadi objek wisata. Begitu juga dengan Thailand, walaupun tawaran pariwisata di negeri gajah putih ini cukup menarik tetapi menurut saya Indonesia bisa jauh lebih unggul apabila kita serius melakukan pembenahan. Bangkok tidaklah semodern Jakarta ataupun Kuala Lumpur tetapi mereka mampu menyedot jutaan wisatawan untuk mampir ke ibukota negeri gajah putih ini, hal yang tidak bisa dilakukan oleh ibukota Indonesia, Jakarta. Thailand mampu memelihara keunikan kota mereka dari aspek bangunan bersejarah, begitupun Kuala Lumpur, kedua kota itu berhasil mempertahankan heritage mereka untuk ditawarkan kepada wisatawan, hal yang tidak dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Liat saja bangunan-bangunan bersejarah di Jakarta ataupun kota-kota lainnya di Indonesia, kondisinya sangat mengkhawatirkan.



Malaysia adalah negeri yang serius membangun pariwisatanya dan hal itu terbukti berhasil saat ini. Walaupun pariwisata yang ditawarkan sebenarnya biasa saja namun mereka berhasil melakukan strategi pemasaran yang sangat bagus. Lihat saja kekonsitenan mereka dalam membuat branding pariwisata mereka setiap tahunnya, dan tidak heran jutaan wisatawan mampu didatangkan oleh negeri Jiran tersebut atas usaha promosi mereka. Malaysia adalah salah satu negara yang berani mengambil kebijakan serius dan beresiko. Negeri ini berani mengeluarkan APBN yang begitu besar untuk membangun infrastruktur guna menunjang pariwisata di negeri tersebut. Pembangunan infrastuktur mulai digalakkan pada tahun 1997 ditengah-tengah hempasan krisis ekonomi Asia. Namun mereka berani mengambil resiko dan terus menggalakkan pembangunan dan akhirnya saat ini Malaysia memiliki infrastruktur yang sangat bagus. Sebagai contohnya sistem transportasi mereka mulai dari bis maupun monorail bisa berjalan dengan baik akibat ditunjang oleh baiknya infrastruktur lainnya seperti jalan ataupun Highway. Saya melakukan perjalanan dari Thailand ke Malaysia melalui perjalanan darat yakni melalui kereta api dan bis. Dari Thailand ke Butterworth Penang Malaysia saya lalui dengan kereta api, dan dari Butterworth ke Kuala Lumpur saya lalui melalui bis. Selama perjalanan dari Penang ke Kuala Lumpur saya terkesima akibat bagusnya infrastruktur jalan tol mereka, mulus dan sangat panjang, saya perhatikan cabang-cabang jalan tol itu, ada yang mengarahkan ke Malacca, Johor, Selangor dan itu menandakan integrasi jalan tol sangat baik. Baiknya infrastruktur yang dimiliki oleh Malaysia merupakan nilai penting bagi pariwisata mereka. Infrastruktur yang baik akan menunjuang terus berkembangnya pariwisata karena aksestibilitasnya yang besar dan memudahkan wisatawan untuk mengunjungi daerah objek wisata. Salah satu tokoh pariwisata mereka mengatakan bahwa infrastruktur ibaratnya cabang sebuah pohon, apabila sudah ada cabang yang berhasil tumbuh maka dari cabang tersebut akan tumbuh cabang-cabang yang lainnya. Maka apabila sudah ada jalan tol yang panjang maka dari jalan tol yang panjang itu akan bisa kita buat cabang-cabang jalan lainnya, dan disekitarnya akan terbangun suatu pembangunan secara otomatis karena adanya akses. Oleh sebab itu, Indonesia harus berani membangun mega proyek untuk menghubungkan kawasan-kawasan yang ada di Indonesia semisal Trans Sumatera (Banda Aceh-Lampung), Trans Jawa-Bali (Banten-Bali), Trans Kalimantan, Trans Sulawesi, ataupun Trans Papua, ataupun pembangunan bandara maupun pelabuhan.



Indonesia terbilang unggul dari sisi kompetitivitas harga dalam industri pariwisata, itu sebenarnya sudah menjadi nilai tambah bagi perkembangan pariwisata di kedepannya. Namun hal yang paling disayangkan Indonesia menempati urutan 130 dari soal lingkungan yang berkelanjutan. Hal tersebut yang perlu menjadi perhatian pemerintah Indonesia agar segera memperbaikinya. Secara keseluruhan Indonesia dinilai kurang baik dari sisi kerangka regulasi mulai dari peraturan dan kebijakan akibat tumpang tindihnya birokrasi di Indonesia, lingkungan, keamanan dan keselamatan, serta kebersihan dan kesehatan. Hal tersebut harus segera dicari solusinya oleh pemerintah Indonesia demi kemajuan pariwisata nasional. Pariwisata adalah bidang yang secara ekonomi bisa memberikan pemasukan yang besar dan dari segi politik pencitraan sangat bermanfaat bagi suatu negara. Tidak heran hingga saat ini pemasukan pariwisata Malaysia merupakan terbesar kedua bagi pemasukan negara Malaysia. Hal itu menjadi bukti bahwa pariwisata merupakan alternatif pemasukan devisa negara terbesar apabila digarap dengan serius oleh pemerintahnya. Semoga pariwisata Indonesia bisa segera berbenah. Jayalah Indonesiaku. Sukseskan Visit Indonesia 2009.

Sabtu, 28 November 2009

Kenapa Membenci Alay

Belakangan ini aq makin ngerasa risih aja sama orang-orang yang mengaku dirinya gak “alay” dan memerangi kaum alay secara membabi buta, menjelek-jelekkan, menghina, mencaci maki seperti kaum alay layaknya seperti sampah haram. Ya aq nulis seperti ini bukan karena aq termasuk kaum alay, (bukan bermaksud membela) hahaha.. tapi aq risih aja liat status orang-orang di facebook, twitter, blog, maupun forum-forum seperti Kaskus yang menghina kaum alay secara kejam layaknya lagi melihat sampah menjijikkan di hadapannya, padahal jangan-jangan mereka yang ngomong seperti itu secara tidak disadari pernah melakukan tindakan alay (mungkin karena mereka ga sadar aja kali).

Saya menemukan status Facebook yang mengatakan, "kenapa facebook makin banyak alaynya sih, buang jauh-jauh mereka" dan puluhan orang mengklik "like". Selain itu kita juga bisa menemukan di sebuah thread di forum terbesar di Indonesia (salah satu), adanya aliansi pembasmi alay lengkap dengan ciri-ciri alay, seakan diberi label “wanted” dan bakal diberi hadiah ratusan juta kalau bisa menemukannya. Status twitter-pun makin beragam, “duh lagi di mall ni, banyak banget sih alay disini”. Tulisan di blog juga ga kalah parah, banyak tulisan yang mencibir kaum alay.

Definisi alay sebenernya masih mengambang, tapi secara umum banyak kelompok-kelompok anti alay mendefinisikan mereka ini kampungan (alay), bermuka endeso'(alay), narsis(alay), sok keren dengan wajah pas-pasan (alay), sok fashionable dengan uang pas-pasan (alay), gaul tapi rambut belah tengah (alay) dan sangat tidak pantas untuk bermain di mall (alay), bermain facebook pun tidak diterima(alay).

Aq ga tau kenapa dan atas dasar apa mereka sampe tega menghina kaum alay seperti itu, apakah mereka merasa terganggu, atau mereka merasa kaum borjouis dengan gaya high-class mereka yang selalu memandang rendah kaum proletar. Apapun alasan mereka, mereka sebenarnya gak berhak melakukan tindakan itu, toh selama ini aq rasa mereka ga mengganggu kita secara langsung kan, kalau emang ga suka dengan kehadiran mereka di facebook ya tinggal di remove aja dari friend, tuntas masalah tanpa harus menghina mereka seperti itu. Kalau emang ga suka kehadiran mereka di mall ya jangan maen ke mall lah, pergi aja ke tempat yang ga ada alay-nya, toh itu hak mereka mau kemana aja (kali aja mereka disitu emang buat belanja dan bukan seperti kalian yang hobbinya nongkrong di mall atau cuma windows shopping), emang itu mall punya nenek moyang lo.

Manusia itu diciptakan beragam teman, masing-masing punya kekurangan dan kelebihan, dan setiap manusia punya hak asasi dan itu juga harus dihargai. Kalau mereka nyaman berpakaian seperti itu, suka lagu seperti itu, atau kampungan, itu kan hak mereka, atas dasar apa kita melarang mereka kalau mereka nyaman dengan diri mereka. Tindakan seperti ini mengingatkan tragedi di Amerika terhadap masalah kulit berwarna, tapi toh saat ini mereka dipimpin oleh seorang presiden dengan kulit berwarna dan bahkan artis-artis kulit berwarnanya lebih ngetop dibandingkan dengan orang-orang yang dulu menganggap rendah orang-orang kulit berwarna (contohnya Oprah-artis kulit hitam yang paling sukses di Amerika).

Saran aku sih jangan terlalu merendahkan orang lain apalagi sampai menghina-nya, bisa kemakan omongan loh, jangan-jangan dia berusaha untuk tidak menjadi alay tapi secara tidak sadar dia terjerumus ke kelompok itu, misalnya ni yah, biar gak alay aku berusaha menggunakan produk-produk yang kaum alay ga bisa pakai, tapi karena ga cocok ya sama aja terlihat alay, membuang jauh-jauh lagu-lagu yang disukai kaum alay dengan mencoba menyukai lagu-lagu yang lagi trend yang sebenernya dia juga ga tau suka apa gak, karena berusaha untuk gak menjadi alay dia malah sok-sok’an menyukainya (sama aja menyiksa diri lo dan menjadikan dirimu alay tanpa lo sadari). Kalau kamu nyaman, kalau kamu suka kenapa gak? Toh emang kenapa kalau orang bilang lo alay? Lo malu? Emang bakal masuk neraka jahanam apa kalau dibilang alay? Oke, sebelum kamu menjudge seseorang jangan melihat dari cover-nya doang, tapi coba liat ke dalam-nya juga. Selain itu sebelum kamu mengomentari seseorang apa salahnya kalau kamu melihat dirimu kamu terlebih dahulu apakah sudah pantas mengomentari orang itu.

Kamis, 26 November 2009

ANALISA KEPENTINGAN AUSTRALIA BAGI TERBENTUKNYA ASIA PASIFIC UNION PADA TAHUN 2020

Fenomena politik internasional kembali terjadi, namun kali ini terjadi di kawasan Asia Pasifik dimana Australia melalui perdana menterinya, Kevin Rudd mencetuskan ide yang menginginkan terbentuknya sebuah lembaga semacam Uni Eropa di kawasan Asia Pasifik yang disebut Uni Asia Pasifik (APU) pada 2020.[1] Uni tersebut nantinya bertujuan untuk membentuk masyarakat Asia Pasiifik yang beranggotakan Australia, Indonesia, Amerika Serikat, Jepang, Cina, India, dan negara-negara kawasan Asia Pasifik lainnya. Untuk memuluskan idenya ini, PM Rudd sudah menunjuk Richard Woolcott, diplomat veteran Australia, sebagai utusan khusus guna melobi para pemimpin negara-negara di kawasan Asia Pasifik. Woolcot adalah diplomat senior. Dia pernah bertugas sebagai Duta Besar Australia di Perserikatan Bangsa Bangsa.

Ide tersebut menjadi headline di berbagai media massa tidak hanya di Australia melainkan media internasional di Asia. Banyak yang mempertanyakan apa sebenarnya yang diinginkan Australia dalam pembentukan komunitas tersebut, karena ide tersebut dicetuskan secara mendadak oleh PM Rudd padahal masa jabatannya bisa dibilang masih baru di pemerintahan Australia. PM Rudd memang sering mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang fenomenal setelah ia terpilih sebagai PM Rudd 2007 silam, selain salah satunya juga keputusan Australia untuk meratifikasi protokol Kyoto, ide pembentukan Asian Pasific Union ini juga terbilang fenomenal.

Untuk itu dalam tulisan ini akan dibahas mengapa Australia mencetuskan ide pembentukan Asian Pasific Union atau Asian Pasific Community tersebut? Apa kepentingan Australia dalam terbentuknya komunitas tersebut? Tulisan ini akan berangkat dari teori mengenai leadership yang mempengaruhi kebijakan luar negeri suatu negara yakni “Teori Personal Leader (Margareth G. Hermann)”.


Austalia Mencetuskan Ide Pembentukan Asia Pasicif Union

Australia adalah negara kekuatan menengah di Asia Pasifik yang sering melontarkan gagasan kerja sama multilateral di kawasan. Pada 1960-an Australia melontarkan gagasan Pacific Economic Cooperation Conference (PECC) dan pada akhir 1980-an, Australia pula yang melontarkan gagasan pembentukan Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) yang dibentuk pada 1989. Australia melalui PM Rudd pertengahan tahun 2008 lalu mengemukakan gagasan baru untuk membentuk suatu komunitas bersatu di Kawasan Asia Pasifik yang akan terbentuk pada tahun 2020. Gagasan terbaru yang dijual PM Rudd itu menunjukkan betapa ia ingin agar Australia tercatat kembali sebagai negara pelontar gagasan kerja sama ekonomi, politik, dan keamanan di Asia Pasifik

Gagasan PM Rudd mengenai Asia Pasifik Community atau Asia Pasifik Union yang mirip Uni Eropa dilontarkannya di depan Asia Society Australia di Sydney, Rabu, 4 Juni 2008.[2] Ide itu kembali ditekankan oleh KTT ASEAN ke-15 di Hua Hin, Thailand Oktober 2009 dan menjelang KTT APEC di Singapura November 2009. Komunitas Asia Pasifik diharapkan bukan hanya dapat mendorong kerja sama dan aksi dalam menghadapi isu-isu ekonomi, politik, dan keamanan, melainkan juga dapat mengembangkan apa yang disebutnya sebagai genuine and comprehensive sense of community. Diharapkan, komunitas itu menjadi arsitektur keamanan baru yang dapat mencegah terjadinya konflik kepentingan terkait dengan ekonomi, politik, dan keamanan di kawasan Asia Pasifik. Di mata PM Rudd, belum ada mekanisme regional yang mampu mencapai tujuan-tujuan yang disebutnya tersebut.

Gagasan tersebut memang mirip dengan apa yang terjadi di Atlantik Utara ketika beberapa negara Eropa Barat membangun Komunitas Keamanan Pluralistik melalui Treaty of Rome, 1957. Dari awalnya hanya sebagai komunitas yang mengatur penjualan batu bara dan biji besi kemudian berkembang menjadi Masyarakat Ekonomi Eropa, Masyarakat Eropa, Pasar Tunggal Eropa, dan kemudian menjadi Uni Eropa. Sebagai akibat perang atau konflik kepentingan yang datang silih berganti selama beberapa abad di mandala Eropa, negara-negara di kawasan itu amat gandrung dengan upaya untuk meniadakan perang dan menciptakan suatu sense of community agar tercipta apa yang disebut oleh Karl Deutsch sebagai dependable expectation of peaceful change yang bermuara pada terciptanya durable peace, stability and prosperity in the region.[3]

Menurut "The Australian" mengutip pernyataan PM Rudd, kesepakatan perdagangan bebas akan tercakup dalam APU. Lembaga ini pun akan memberikan ruang kerja sama bagi masalah-masalah penting global seperti terorisme dan keamanan energi jangka panjang.[4] Menurut Rudd, aliansi yang akan diwujudkan tahun 2020 itu, akan menjadi wadah dialog, kerja sama dan aksi ekonomi dan politik guna menghadapi tantangan masa depan regional, yang berkaitan dengan isu-isu keamanan. Untuk itu, Perdana Menteri Australia ini menginginkan Uni Asia Pasifik berbentuk serupa dengan aliansi keamanan Uni Eropa. Badan tersebut juga akan ditopang lima negara pilar yaitu Amerika, Jepang, China, India, Indonesia, dan Australia.

Usulan pembentukan suatu kelompok masyarakat Asia-Pasifik itu nantinya tidaklah meniru model Uni Eropa, melainkan kelompok ini tidak akan memiliki satu mata uang yang sama sebagaimana Uni Eropa. Walaupun beberapa kalangan menyambut positif ide PM Rudd, namun berbagai kritikan pun juga mengalir. Di antaranya dari dua mantan perdana menteri Australia, Paul Keating dan Bob Hawke. Kedua pentolan Partai Buruh menyatakan bahwa gagasan itu tidak realistik dan tidak layak diterapkan di Asia. Menurut Bob Hawke yang juga seorang pelopor berdirinya forum Kerjasama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC), kawasan Asia belum membutuhkannya. Adapun Keating menganggap kelompok itu justru akan mengancam kedaulatan Cina.[5]


Analisa Terciptanya Kebijakan Luar Negeri Australia Tentang Pembentukan Asian Pasific Union Pada Tahun 2020

Salah satu aktor paling penting dalam pencetusan ide pembentukan Asian Pasific Union tersebut adalah sang perdana menteri yakni Kevin Rudd. Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas bahwa semenjak Rudd memegang tampuk kekuasaan di Australia, ia selalu mengeluarkan kebijakan yang terbilang fenomenal dan menjadi perhatian tidak hanya publik domestik Australia melainkan juga masyarakat internasional. Ide pembentukan komunitas Asia Pasifik tersebut menjadi sorotan publik karena Australia secara mendadak mengumumkan perihal ide-nya tersebut dan banyak kalangan yang mempertanyakan mengapa Australia bisa mencetuskan ide sebesar itu secara tiba-tiba. Jawaban yang mungkin bisa menjawab pertanyaan berbagai kalangan tersebut adalah berada di dalam diri sang perdana menteri.

Berdasarkan “Teori Personal Leader” yang dicetuskan oleh Margareth Hermann dimana ia memaparkan kontribusi karakteristik dan orientasi personal yang mempengaruhi perilaku atau respon seorang pemimpin politik terhadap lingkungannya. Orientasi personal tersebut ditransformasikan menjadi orientasi umum kebijakan luar negeri mereka. Hermann mendeskripsikan dua karakteristik utama pemimpin politik dalam hubungan internasional yaitu agresif dan konsiliatoris. Agresif cenderung untuk terlibat dalam perang atau konflik, peningkatan kapasitas militer, kebutuhan terhadap power tinggi, memiliki trust yang rendah terhadap pihak lain, dan nasionalis. Sebaliknya, konsiliatoris cenderung untuk terlibat aktif dalam perjanjian internasional, kebutuhan terhadap afiliasi tinggi serta memiliki trust yang tinggi terhadap pihak lain, dan kurang nasionalis.

Sejak diangkat sebagai perdana menteri (PM) ke-26 Australia pada 3 Desember 2007 lalu, Kevin Rudd telah mengecap identitasnya pada jabatan pemimpin negara. Rudd memiliki kepribadian yang lincah dalam pergaulannya serta bersikap terbuka dan tidak pretensius. Rudd juga dikenal suka bercanda, berpakaian santai, dan mudah diajak bicara. Secara pribadi, orientasi Rudd lebih senang berada di Asia. Setelah belajar bahasa dan budaya Tiongkok di universitas, Rudd pernah tinggal lama di Beijing, baik sebagai diplomat maupun konsultan bisnis. Hasilnya, dia fasih berbahasa Mandarin dan giat mempromosikan pembelajaran bahasa-bahasa Asia bagi siswa Australia. Gaya politis Rudd juga mencerminkan pendekatan baru pada pergulatan politik sehari-hari.

Kevin Rudd merupakan mantan birokrat dan diplomat kawakan, bukan tipikal pemimpin Partai Buruh tradisional yang datang dari latar belakang serikat buruh. Sebagai diplomat, Rudd pernah bertugas di Stockholm (Swedia) dan Beijing (China) yang membuatnya fasih berbahasa Mandarin.

Seperti dilansir AFP, pandangan politik Rudd yang kekiri-kirian terbentuk ketika ia berada di usia 11 tahun dimana ia terpaksa harus tidur di mobil. Rudd kecil berpikir tentang keadilan sosial karena keluarganya terusir dari tanah pertanian mereka di Queensland tak lama setelah kematian ayahnya.[6]

Pandangannya tentang keadilan sosial itu mendorongnya untuk maju menjadi anggota parlemen Australia melalui Partai Buruh. Tahun 1998, pada usahanya yang kedua, barulah Rudd bisa duduk di Parlemen Australia. Meski dari Partai Buruh, kebijakan ekonomi ayah 3 anak ini dinilai akan konservatif, bahkan lebih konservatif dari John Howard yang dari Partai Konservatif. Rudd mengaku seorang ‘konservatif fiskal’. Namun kebijakan ekonomi ini tidak menjadi pusat perhatian utama bagi rakyat Australia. Rakyat Australia saat ini lebih membutuhkan pembaharuan sikap politik dan berbagai kebijakan terkait lingkungan hidup dan akses internet broadband. Namun seorang Rudd tetap tak sempurna. Rudd sering dinilai kritis terhadap media massa. Kepercayaan dirinya yang tinggi seringkali menjadi bumerang bagi dirinya.
Di sisi lain kepercayaan diri yang tinggi itu juga membuatnya terlihat mumpuni di jajaran pemimpin dunia. Dan itu telah dibuktikannya dalam pertemuan pemimpin Asia-Pasifik di Sydney Oktober 2007 lalu, Rudd mampu bercakap-cakap dalam Bahasa Mandarin dengan Presiden Cina Hu Jintao.[7]

Sejak berada dalam kendali politik pemerintahan Partai Buruh pimpinan Kevin Rudd, Australia mulai kembali menggulirkan berbagai inisiatif non-militer, dan mulai merevisi beberapa kebijakan politik luar negerinya yang cenderung “mengekor” apa yang dilakukan oleh Amerika Serikat yang cenderung agresif dan militeristik.

Dari segi kebijakan luar negeri yang ia keluarkan, Pertama, Kevin Rudd terlihat lebih ramah terhadap Asia mengingat latar belakang pendidikannya pada Pusat Studi Asia di Universitas Nasional Australia (ANU) dan keahliannya dalam berbahasa Mandarin. Bahkan menantunya pun seorang berdarah Asia. Kedua, Kevin Rudd langsung mengunjungi Konferensi Perubahan Iklim di Bali dan segera terlibat dalam penandatanganan Protokol Kyoto yang selama ini enggan dilakukan negaranya. Ketiga, isu-isu yang diangkat dalam materi kampananye 'kepemimpinan baru' menjanjikan hubungan internasional yang lebih adil dan menguntungkan. Dan ketika Rudd masih menjadi pemimpin Partai Buruh, beliau sudah mengungkapkan foreign policy blue print. Disebutkan salah satu isinya adalah bahwa Rudd tampaknya akan lebih fokus kepada Asia dibandingkan dengan benua-benua lainnya.

Dari gambaran karakteristik personal yang dimiliki oleh sang perdana menteri, bisa dilihat bahwa dengan latar belakang diplomat dan afiliasi Partai Buruh yang mendukungnya, kebijakan Rudd sangat berorientasi ke Asia. Rudd bisa digolongkan sebagai pemimpin yang konsiliatoris apabila dilihat dari berbagai kebijakan yang sudah dikeluarkannya selama menjabat sebagai perdana menteri Australia. Dari situ bisa dianalisa bahwa Rudd memiliki kecenderungan memiliki karakter personal yang lebih menitik-beratkan pada perjanjian dan kerjasama internasional serta afiliasi dengan pihak atau negara lain. Sehingga dengan demikian tidak mengherankan kemudian melalui kepemimpinan Kevin Rudd, Australia kemudian mengeluarkan ide ataupun gagasan besar mengenai desakan untuk membentuk suatu komunitas bersatu di Asia pasifik.

Selain itu dalam kebijakan luar negeri Australia, pemerintahan partai buruh mendasarkannya pada tiga pilar, yakni kemitraannya dengan Amerika Serikat, hubungannya dengan PBB, dan keterlibatan komprehensifnya dengan Asia. Berarti dapat di analisa kemudian mengapa Australia mengeluarkan kebijakan tersebut adalah lebih dipengaruhi oleh faktor karakteristik personal yang dimiliki oleh Kevin Rudd dan partai buruhnya yang dinilai memiliki ambisi yang cukup kuat untuk menjadikan Australia sebagai inisiator gagasan di Asia Pasifik seperti yang pernah dilakukan Australia ketika mengusulkan APEC. Sebagaimana yang tertuang dalam ketiga pilar kebijakan luar negeri dibawah pemerintahan partai buruh tersebut fokus utama adalah kemitraannya dengan Amerika Serikat dan orientasi ke Asia. Dengan demikian ide atau gagasan pembentukan komunitas Asia Pasifik tersebut sesuai dua pilar utama kebijakan luar negeri Australia yakni kemitraan dengan AS dan orientasi ke Asia karena nantinya komunitas tersebut juga akan juga melibatkan Amerika Serikat didalamnya dan Asia secara utuh.


Analisa Kepentingan Australia Bagi Terbentuknya Asia Pasific Community atau Asia Pasific Union.

Salah satu penjelasan yang dapat menggambarkan perilaku negara salah satunya dapat difokuskan pada lingkungan internasional. Hans Morgenthau menyatakan bahwa setiap negara pada dasarnya memiliki hubungan dengan lingkungan internasional yang menjadi suatu penegasan atas national interest negara tersebut. Dan kebijakan luar negeri sangat ditentukan oleh kondisi internasional[8]. Dengan demikian lingkungan internasional yang terjadi bisa menjadi suatu penegasan atas national interest suatu negara.

Paling tidak ada empat tujuan politik luar negeri yang ingin diraih Australia melalui gagasan pembentukan komunitas tersebut. Pertama, terciptanya Australia yang lebih aman. Kedua, terciptanya suatu lingkungan strategis di Asia Pasifik dan dunia yang lebih aman. Ketiga, terciptanya suatu masyarakat Asia Pasifik yang lebih sejahtera. Keempat, terciptanya suatu dunia yang lebih baik.

Dua kemungkinan yang mungkin terjadi ialah pertama, munculnya China dan India sebagai dua kekuatan besar Asia akan menantang adi daya Amerika Serikat dan tentunya mencemaskan negara-negara lebih kecil di Asia yang selama ini menganggap Amerika Serikat sebagai negara adi daya yang ramah. Dengan demikian, Australia yang merupakan sekutu terdekat dengan Amerika Serikat berupaya melindungi hegemoni Amerika Serikat di dunia dengan berupaya memperlebar akses pengaruh Amerika Serikat di Asia dan Pasifik melalui ide pembentukan komunitas tersebut. Meski China menerapkan economy-first diplomacy terhadap Jepang khususnya dan kepada Taiwan serta negara-negara di kawasan, kekuatan ekonomi China yang memungkinkannya membangun kapabilitas pertahanan yang kuat pada 2020 memang amat mencemaskan negara-negara di kawasan Asia Timur Laut, Asia Tenggara, dan juga Australia. Australia melihat kemajuan modernisasi militer Cina sangat mengancam keamanan nasional Australia sehingga Australia berupaya sebisa mungkin untuk merangkul negara-negara di kawasan Asia Pasifik untuk bekerja sama demi melindungi keamanan nasional Australia dengan cara pembentukan komunitas tersebut. Keuntungan jangka panjang apabila komunitas tersebut berhasil dibentuk adalah berkurangnya ancaman langsung dari negara-negara besar seperti Cina pada Australia.

Kedua, dalam arti positif, China dan India akan bertindak sebagai dinamo-dinamo ekonomi baru yang memberikan keuntungan bagi kawasan Asia bahkan jika kehadiran ekonomi Amerika Serikat di kawasan semakin menurun. Australia yang sangat tidak diuntungkan secara geografis karena terkucilkan dari kerjasama regional akan bisa memanfaatkan Asia Pasifik sebagai region untuk mengintensifkan kerjasama. Sebagai catatan, perdagangan di Asia Pasifik mencapai 50% dari perdagangan seluruh dunia. Australia yang merupakan negara yang mengandalkan perdagangan bagi pemasukan dalam negerinya melihat potensi besar yang berada di kawasan Asia Pasifik bagi ekonomi Australia. Dengan demikian, apabila ide pembentukan komunitas Asia Pasifik berhasil direalisasikan, Australia akan mendapatkan keuntungan yang sangat besar secara ekonomi dengan mendapatkan akses pasar ke Asia dan Pasifik, serta mendapatkan keuntungan dari booming kemajuan ekonomi India dan Cina. Australia akan dapat mudah masuk ke ASEAN, Asia Timur, serta Asia Selatan (khususnya India) dan Pasifik sekaligus.

Analisa selanjutnya yang bisa dilihat adalah trend yang terjadi di dunia internasional dengan pembentukan blok-blok kerjasama per regional, sebut saja UE, ASEAN yang berencana membentuk Komunitas ASEAN, ASEAN+3, NAFTA, Amerika Tengah dan Amerika Latin juga sudah mencetuskan ide tersebut. Trend kerjasama regional akan merugikan negara-negara non anggota. Dengan demikian, Australia yang tidak bergabung di regional manapun merasa terancam apabila Australia tidak cepat ikut masuk ke dalam salah satu regional dan regional yang paling logis untuk bisa Australia ikut bergabung adalah Asia Pasifik.

Secara geopolitik, Australia ingin lebih memainkan peran aktif di kawasan dan ikut menjadi pemimpin baru di kawasan. Saat ini sejumlah negara kuat di dunia sedang berlomba meraih supremasi di Samudera India karena perannya yang semakin penting sebagai jalur pengapalan bahan bakar dari Timur Tengah ke Asia. Sehingga dengan demikian tidak mengherankan Australia mencoba ikut aktif dan berupaya menebar pengaruhnya apabila komunitas Asia Pasifik berhasil dibentuk.


KESIMPULAN

Australia kembali mengeluarkan kebijakan fenomenal setelah negara kangguru tersebut dipimpin oleh partai Buruh dibawah kepemimpinan Kevin Rudd. Setelah negara itu memutuskan untuk menarik pasukan Australia dari Irak, setuju menandatangani protokol Kyoto, dan pertengahan Juni 2008 Kevin Rudd mengeluarkan ide pembentukan suatu komunitas bersatu di Asia Pasific dengan nama Asian Pasific Union.

Aktor kunci keluarnya kebijakan luar negeri Australia untuk pembentukan komunitas tersebut berada di pundak sang perdana menteri, Kevin Rudd. Sebagai seorang pemimpin yang konsoliatoris dan memusatkan kebijakan luar negeri pada tiga pilar utama dan dua diantaranya adalah kemitraan dengan Amerika Serikat dan orientasi ke Asia tidak mengherankan selanjutnya Kevin Rudd mencetuskan ide pembentukan komunitas tersebut.

Dalam ide pembentukan komunitas Asia Pasifik bersatu tersebut tersirat beberapa kepentingan yang kemudian bisa di analisa. Pertama, sebagai respon munculnya kekuatan baru di dunia yang berada di Asia yakni Cina dan India yang bisa menjadi ancaman sekaligus keuntungan bagi Australia. Sehingga agar tidak menjadi ancaman, Australia berupaya merangkul negara-negara di Asia untuk berkerjasama demi melindungi keamanan nasionalnya dan tidak lupa mengikutsertakan peran Amerika Serikat didalamnya. Kedua, potensi ekonomi yang sangat besar yang berada di Asia Pasifik dengan total perdagangannya merupakan 50% total perdagangan dunia. Dan terakhir adalah terkait ambisi Australia yang ingin menjadi pemimpin baru di Asia Pasifik.


DAFTAR REFERENSI

Buku

Australia Regional Security, North Sydney, Allen and Unvin Pty.Ltd, 1991

Different Societies, Shared Futures: Australia, Indonesia, and The Region, Singapore, Insitute of Southeast Asian Studies, 2006

Emy, Hugh V, Australia Politics: Realities in Conflict, Melbourne, Mc Milan Education.Ltd, 1991

Evan, Gareth, Australia Foreign Relations: In The World of The 1990s, Melbourne, Melbourne University Press, 1993

Hamid, Zulkifli, Sistem Politik Australia, Bandung. LIP Fisip UI dan PT, Remaja Rosdakarya, 1999.

Jaensch, Dean, The Politics of Australia, Melbourne, Macmillan Education Australia Pty Ltd, 1992

Smith, Rodney. Politics in Australia, St. Leonards Allen & Unwin Pty Ltd, 1993

Jurnal

Wilmar Salim and Kiran Sagoo, Sustaining a Resilient Asia Pacific Community, 2008, NewCastle, UK, Cambridge Scholars Publishing

http://www.c-s-p.org/Flyers/9781847184474-sample.pdf

Vibhanshu Shekhar, Asia-Pacific Community Options and Opportunities for India, 2008, New Delhi, India, IPCS

http://www.ipcs.org/pdf_file/issue/2048701077IPCS-IssueBrief-No74.pdf

Defending Australia In The Asia Pasific Century: Force 2030

http://www.defence.gov.au/whitepaper/docs/defence_white_paper_2009.pdf

Internet

http://www.wsws.org/articles/2008/jun2008/rudd-j27.shtml

http://english.people.com.cn/90001/90777/90851/6424478.html

http://www.eastasiaforum.org/2009/05/02/why-do-we-want-an-asia-pacific-community/

http://www.chinadaily.com.cn/world/2008-06/05/content_6737054.htm

http://www.theaustralian.news.com.au/story/0,25197,23812768-601,00.html

http://aftermathnews.wordpress.com/2008/06/08/australia-proposes-asia-pacific-union-united-states-included/



[1] Dikutip dari Antara News edisi kamis, 5 Juni 2008.

[2] Dikutip dari Kompas, 11 Juni 2008

[3] Dikutip dari Prof. Dr. Ikrar Nusa Bhakti, Peneliti Senior di Pusat Penelitian Politik LIPI, Jakarta. Kevin Rudd Datang Menjual Gagasan. Asosiasi Ilmu Politik Indonesia.

Diunduh dari http://aipi.wordpress.com/2008/07/15/pm-kevin-rudd-datang-jual-gagasan/

[4] Dikutip dari Antara News edisi kamis, 5 Juni 2008.

[5] Dikutip dari Tempo Interaktif, 6 Juni 2008.

[6] Dikutip dari Sinar Indonesia Baru, 26 November 2007.

http://hariansib.com/2007/11/kevin-rudd-%E2%80%9Charry-potter%E2%80%9D-partai-buruh/

[7] Ibid

[8] Morgenthau, Hans. 1973. Politic among Nations. N.Y.: Alfred A. Knopf.

Kamis, 19 Maret 2009

Parnok Ama Namanya Naek Pesawat...

Huh..ga tau napa belakangan ini aq kok parnok ya ama yang namanya naek pesawat. Sebelumnya aq ga pernah merasakan kekhawatiran kalau aq naek pesawat sebelum tragedi Mandala di Kotaku tercinta Medan terjadi, trus lama kelamaan kok makin banyak aja kecelakaan pesawat di Indonesia, Tragedi Lion di Solo, Adam di Majene, Garuda di Yogyakarta, trus terakhir Lion di Cengkareng yang tergelincir padahal Soekarno-Hatta punya runway yang sangat panjang sehingga untuk kecelakaan mungkin bisa diminimalisir, kalo di Cengkareng aja bisa kejadian kek gitu konon Bandara yang punya Runway pendek gimana yah..?? Bandara Adi Sumarmo Solo misalnya, punya runway yang sangat-sangat pendek, miss sedikit aja mungkin bisa langsung nabrak pagar bandara trus jeblus ke sungai, trus Adi Sucipto di Jogja, ya biarpun udha dipanjangin sih runway-nya gara-gara tragedi Garuda, ya tapi tetep aja itu masih pendek jadi ya masih serem aja kalo harus landing di Jogja, apalagi kalo harus landing di Bandara Kota tercinta Polonia Medan, bisa senam jantung dulu deh, ya gimana lagi masak sih bandara di tengah kota, busett deh..serem banget..

Aq udha belasan kali naek pesawat dengan bermacam-macam maskapai, mulai dari Garuda, Lion air, Batavia air, Ex Adam Air, Sriwijaya Air, Wings Air, sampe Malaysia Air Asia, sebelumnya aq merasa asyik aja, enjoy, tp kok gara2 banyak kejadian, trus pengalaman buruk naek Lion Air waktu pulang ke Medan kemarin (males ngingetnya), tambah buat aq parnok, ditambah lagi kebodohanku dengan suka menonton Air Crash Investigation makin buat aq jadi parnok kalo harus naek pesawat apalagi kalo lama perjalanan udha lebih dari 1 jam, udha ga tenang aja tuh di pesawat, mau tidur pasti ga bisa..so kapan ya penerbangan Indonesia bisa menerapkan safety yang pantas buat penumpangnya. Mudah2an bisa deh, ya walaupun balik lagi smua bencana emang udha ada yang mengatur, tapi apa salahnya kita sebagai manusia berusaha meminimalisir dampak terburuknya..

Sabtu, 10 Januari 2009

Ekolabel: ”Itikad Baik” atau Ancaman bagi Produk Perkayuan Indonesia"

Ekolabel: ”Itikad Baik” atau Ancaman bagi Produk Perkayuan Indonesia.
”Sebuah Kondisi yang Dilematis bagi Indonesia"

Di antara isu-isu mengenai lingkungan hidup, ekolabel memang kurang populer dibandingkan pemanasan global atau kerusakan ozon misalnya. Namun sebenarnya ekolabel menempati posisi penting mengingat ini berkaitan tidak hanya dari sisi lingkungan hidup saja melainkan juga berhubungan dengan standard baru dalam perdagangan internasional dan pembangunan berkelanjutan.

Ekolabel adalah sebuah label pada produk yang menunjukkan bahwa produk tersebut diproduksi dengan mengindahkan kaidah-kaidah kelestarian lingkungan hidup. Dengan demikian, sertifikat ekolabel dapat membantu konsumen memilih produk-produk yang ramah lingkungan. Untuk produk yang bahan bakunya berasal dari sumber daya alam (SDA), sertifikat ekolabel menunjukkan produk tersebut benar-benar berasal dari SDA yang dikelola secara lestari.

Indonesia mulai menerapkan ekolabel pada tahun 1994 sebagai inisiatif pemerintah atau government driven yang merupakan komitmen politik dalam mengahadapi isu lingkungan hidup guna mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Namun banyak asumsi yang menyatakan bahwa ekolabel adalah sebuah kebijakan Negara-maju untuk mendikte kebijakan Negara-negara berkembang dan sebuah alat proteksionis guna melindungi produk-produk dalam negerinya dari “serangan” produk-produk ekspor Negara-negara berkembang.

Ekolabel diterapkan oleh Negara-negara maju seperti Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Jepang yang notabene merupakan Negara-negara tujuan ekspor produk perkayuan Indonesia. Hal itu dikarenakan memang masyarakat Eropa, Amerika Serikat, maupun Jepang sedang memusatkan perhatiannya ke masalah lingkungan hidup, termasuk memberikan perhatian lebih ke isu hutan di Indonesia yang dinilai menghasilkan produk dengan cara yang tidak ramah lingkungan. Pembeli produk mebel dan kerajinan berbahan baku kayu saat ini meminta agar ada jaminan agar setiap hasil hutan, termasuk produk mebel Indonesia tidak dihasilkan dengan cara yang mengancam kelestarian hutan, dan hal itu antara lain dapat ditunjukkan dalam bentuk sertifikat ekolabel. Atas alasan ini, jaminan akan pemanfaatan hutan yang tetap menjaga kelestariannya menjadi amat penting. Di awal dasawarsa 90-an, ekspor migas yang dulu diandalkan telah turun 30 persen, bahkan diperkirakan turun sampai 20 persen dari total penerimaan negara. Berdasarkan fakta di atas, Indonesia harus memacu ekspor nonmigas untuk menutupi kerugian dari ekspor migas, termasuk juga di sini adalah hasil-hasil hutan sebagai produk unggulan. Sehingga faktor itulah yang menjadi salah alasan pemerintah Indonesia guna menerapkan skema ekolabel dengan tujuan tidak kehilangan pangsa pasar internasional akibat kebijakan Negara-negara maju tersebut sehingga pemasukan devisa pun tidak berkurang.


“Itikad Baik” Ekolabel

Alasan lain pemerintah Indonesia menerapkan skema ekolabel adalah karena tujuan ekolabel sangat baik. Saya akan menulis lebih jauh apa “itikad baik” ekolabel bagi produk perkayuan Indonesia. Produk ekolabel adalah produk ramah lingkungan yang mempertimbangkan mulai dari bahan baku yang legal dan dikelola secara lestari, pengelolaan aspek lingkungan sesuai dengan ambang batas yang ditentukan, pengelolaan limbah dan efisiensi pemanfaatan sumberdaya alam, sehingga ini berpengaruh pada pelestarian hutan sebagai sumber bahan baku, dan akhirnya lingkungan secara keseluruhan . Ekolabel diharapkan akan menjaga ketersediaan bahan baku produk perkayuan Indonesia itu sendiri untuk masa mendatang . Sebagaimana diketahui, ekolabel menjamin adanya upaya penanaman kembali pohon-pohon yang telah ditebang yang digunakan dalam memproduksi produk perkayuan Indonesia. Ekolabel juga dimanfaatkan sebagai sarana guna mengurangi kasus pembalakan liar di Indonesia sehingga cadangan bahan baku untuk produk perkayuan Indonesia terjamin di masa mendatang.
Ekolabel juga akan membawa dampak terhadap unit manajemen Hak Penguasaan Hutan (HPH). Sertifikat ekolabel akan memperkuat posisi HPH (Hak Penguasaan Hutan) baik didalam pasar dalam negeri maupun pasar internasional karena dengan sertifikat tersebut maka “posisi baik” dari unit manajemen tidak hanya disampaikan secara subjektif oleh dirinya sendiri melainkan juga dari pihak luar . Oleh sebab itu, produk-produk perkayuan dari unit manajemen HPH tersebut akan mendapat citra yang positif dari para konsumen.

Selain itu, Ekolabel akan menjamin produk-produk perkayuan Indonesia tidak akan kehilangan pasar internasional dan harga jual produk juga akan lebih tinggi. Sebagaimana diketahui, Negara-negara maju telah menerapkan kebijakan guna melarang masuknya produk-produk perkayuan yang tidak bersertifikat ekolabel. Selain itu, para konsumen di Negara-negara maju juga tidak mau membeli produk-produk yang tidak bersertifikat sehingga dapat menyebabkan kalahnya dan tidak akan lakunya produk-produk perkayuan Indonesia di pasar internasional. Dengan adanya sertifikat ekolabel tersebut, akan menjamin produk-produk perkayuan Indonesia untuk dapat bersaing di pasaran internasional karena ekolabel akan memperbaiki citra buruk yang melekat pada Indonesia, karena masyarakat internasional melihat bahwa produk-produk yang dihasilkan dari Indonesia tidak ramah lingkungan.


Ancaman akibat Ekolabel


Selain Ekolabel memiliki “itikad baik” bagi produk-produk perkayuan Indonesia, Ekolabel juga menaruh ancaman bagi produk-produk perkayuan Indonesia. Dengan adanya ekolabel, akan berdampak pada usaha kecil dan menengah yang tidak mampu membayar biaya sertifikasi yang sangat mahal. Oleh sebab itu, ekolabel akan memukul industri perkayuan yang dalam skala kecil dan menengah sehingga produk-produk perkayuan yang dihasilkan tidak akan mampu bersaing dipasaran.

Ekolabel juga dianggap sebagai suatu ancaman ekspor produk-produk perkayuan Indonesia. Banyak asumsi yang menyatakan bahwa ekolabel dianggap sebagai hambatan perdagangan terselubung yang bersifat diskriminatif, karena hanya produk hutan tropis saja yang terkena . Sebagaimana diketahui, di Indonesia sendiri baru sedikit unit HPH yang sudah tersertifikasi ekolabel dikarenakan biaya sertifikasi yang sangat mahal, sehingga dengan diterapkannya ekolabel akan mempengaruhi ekspor produk perkayuan Indonesia dan tentu saja akan berdampak pada penurunan devisa. Selama ini, Negara-negara maju tujuan ekspor utama produk-produk perkayuan Indonesia seperti Jepang, Uni Eropa, Amerika Serikat telah memberlakukan kebijakan ekolabel tersebut sehingga ekspor produk-produk perkayuan Indonesia akan terancam dan akan berdampak pada para pengusaha. Pengusaha akan dihadapkan pada situasi gulung-tikar yang mengancam industrinya.


Dilematis Indonesia

Kedua kondisi antara “itikad baik” dan ancaman yang diberikan pada ekolabel ternyata membawa Indonesia pada situasi yang dilematis. Indonesia mempunyai dua pilihan dilematis. Pertama, Indonesia bisa menolak ekolabel. Namun resikonya, ekspor Indonesia lama-kelamaan akan kehilangan pangsa pasar di negara maju dan akan berdampak pada perekonomian Indonesia yang sangat mengandalkan produk-produk hasil hutan setelah menurunnya ekspor Migas. Kedua, secara bertahap mempersiapkan masa transisi untuk memenuhi sertifikasi ekolabel tersebut. Salah satu ancaman terbesar terhadap ekspor produk SDA justru bersumber dari diabaikannya prinsip-prinsip kelestarian masa lalu. Akibatnya, suplai bahan baku menjadi tidak langgeng. Masalah kelangkaan bahan baku yang dihadapi industri kayu saat ini merupakan contoh yang paling konkret. Seperti diketahui, karena adanya miskoordinasi antara pengembangan industri dengan penyediaan bahan baku, industri kayu menjadi salah satu pendorong utama over exploitation hutan di Indonesia. Akibatnya, potensi produk lestari hutan alam turun drastis dari 22,5 juta m3/tahun menjadi 17 juta m3/tahun. Padahal, kebutuhan bahan baku rata-rata dari industri pengolahan kayu saat ini mencapai 63,5 juta m3/tahun, termasuk industri kayu gergajian, kayu lapis, pulp, block, woodchips, sumpit pensil dan korek api. Jadi, tidak mengherankan kalau industri tersebut menghadapi kelangkaan bahan baku yang sangat serius. Memang masih ada sumber kayu lainnya, seperti izin pemanfaatan kayu (IPK) sekitar 7,5 juta m3 dan hutan rakyat 2 juta m3/tahun. Namun, jika mau jujur jumlah sebesar itu masih jauh dari memadai untuk memenuhi kebutuhan.

Selain itu, sertifikasi ini mencerminkan niat baik dari konsumen internasional bahwa mereka tidak mau menerima produk dengan proses yang ilegal yang juga akan berdampak pada cadangan bahan baku produk perkayuan Indonesia. Dapat diartikan disini mereka sangat mendukung pelestarian hutan di negara berkembang sebagai pemilik faktor produksi terbesar. Namun di sisi lain, skema sertifikasi ini tidak ramah industri menengah. Selain prosedur berbelit dan biaya tinggi (+/- US$ 5000), tidak ada jaminan bahwa sertifikasi akan meningkatkan nilai dagang mereka secara remarkably. Belum lagi konsumen yang menginginkan harga tetap murah namun berkualitas. Dengan kata lain, mereka ingin produk tersebut bersertifikat, namun tak mau membayar lebih mahal sebagai konsekuensi dari mekanisme sertifikasi tersebut. Sebagaimana diketahui, walaupun pemerintah serius dalam menerapkan ekolabel namun para pengusaha Indonesia belum siap menerapkannya.

Dalam sertifikasi ekolabel, ada dua prinsip yang dipegang teguh.salah satunya, sertifikasi ini bersifat sukarela, sesuai dengan kebutuhan pasar (market-based approach). Artinya, sertifikasi ekolabel tidak boleh diwajibkan oleh pemerintah, walaupun kelestarian sumber daya alamnya sendiri perlu menjadi kebijakan pemerintah. Disini juga lah letak dilematis pemerintah Indonesia. Sertifikat tidak diwajibkan tetapi selama ini Indonesia mengandalkan produk-produk kayu demi pemasukan devisa guna pembangunan ekonominya. Apabila Indonesia tidak mewajibkan sertifikasi ekolabel ditengah tuntutan masyarakat internasional yang menuntut produk bersertifikat, apakah ekspor Indonesia dapat dipertahankan? Selain itu apakah “itikad baik” skema ekolabel baik terjaminnya cadangan bahan baku produk perkayuan dimasa depan maupun terjaminnya produk-produk perkayuan untuk bersaing di pasar internasional guna pemasukan devisa Negara dapat bermanfaat bagi produk-produk perkayuan Indonesia apabila Indonesia saja tidak mewajibkannya. Disatu sisi, apabila Indonesia mewajibkannya, bukan tidak mungkin para pengusaha merasa terbebani mengingat mahalnya biaya sertifikasi ekolabel ditambah tuntutan yang produk yang tersertifikasi namun murah. Dengan terbebaninya para pengusaha, maka akan membawa dampak pada kegiatan produksi mereka sehingga perusahaan tidak akan maksimal dalam berproduksi dan akan juga berdampak pada jumlah hasil produk-produk ekspor perkayuan Indonesia. Dan tentu saja hal itu juga berdampak pada pemasukan Negara dari sektor ekspor produk-produk perkayuan Indonesia.



Sumber Referensi

Antara Kelestarian Hutan dan Perdagangan Internasional. Kompas Cyber Media. Senin, 4 September 2000.
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0009/04/ekonomi/anta15.htm
IASA] Beralih ke Produk Ekolabel. Budi Daryono. 26 Juli 2006.
http://www.mail-archive.com/iasa@yahoogroups.com/msg00451.html
Ekolabel: Antara niat baik dan ancaman. Kompas Cyber Media. 19 Agustus 2004.
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0408/19/furnitur/1212303.htm
Produk Hutan Indonesia Bersertifikat Ekolabel Perkuat HHP. 30 Agustus 2007. Antara News.
http://www.antara.co.id/arc/2007/8/30/produk-hutan-indonesia-bersertifikat-ekolabel-perkuat-hph/
Sertifikat ekolabel ancam ekspor Indonesia. 12 Maret 2007. Sinar Harapan.
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0203/12/eko05.html
Ekolabel, Antara Niat Baik dan Ancaman.19 Agustus 2004. Kompas Cyber Media.
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0408/19/furnitur/1212303.htm
Ekolabel Bukan Karena Tekanan. 13 Desember 1994.
http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1994/12/13/0003.html