Berdasarkan kesepakatan dalam The ASEAN Air Transport Working Group: The Roadmap For The Integration of ASEAN: Competitive Air Services Policy, negara-negara Asean sepakat membuka wilayah udara mereka untuk penerbangan komersil, secara bertahap mulai tahun 2010 hingga 2015. Para Menteri Perhubungan negara ASEAN sepakat meneken kesepakatan itu pada saat Pertemuan Tingkat Menteri ASEAN ke-9 di Myanmar pada Oktober 2003. Untuk mewujudkan integrasi ASEAN pada 2015, negara-negara ASEAN sepakat melakukan tahapan liberalisasi udara ASEAN mulai tahun 2010 sampai secara penuh untuk penumpang dan barang pada tahun 2015. Pada tahap awal, open sky berlaku untuk kargo yang mulai berjalan 2010. Selanjutnya secara bertahap untuk pesawat penumpang.
Yang menjadi pertanyaan adalah apakah Indonesia sudah siap untuk melaksanakan open sky policy tersebut mengingat kondisi penerbangan Indonesia yang masih sangat buruk. Nantinya apabila negara-negara ASEAN sepakat melaksanakan open sky policy maka setiap maskapai penerbangan setiap negara ASEAN bebas mengangkut dan menurunkan penumpang di bandara manapun di wilayah ASEAN. Sebenarnya kebijakan itu sangat menguntungkan, tetapi bagi negara yang memiliki maskapai penerbangan dan bandara serta fasilitas penerbangan yang memadai. Coba kita bandingkan kondisi penerbangan Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Indonesia memiliki 26 bandara internasional, Malaysia 6 buah, dan Singapura cuma memiliki 1 bandara internasional. Hal tersebut menandakan bahwa secara logika Indonesia lah yang paling dirugikan karena wilayah penerbangan dan potensi pasarnya lebih dibuka luas untuk negara lain. Analoginya adalah MAS atau Singapore Airlines bisa mengangkut dan menurunkan penumpang di 26 bandara di Indonesia, sedangkan Garuda Indonesia hanya bisa mengangkut dan menurunkan penumpang di 6 bandara di Malaysia dan 1 bandara di Singapura, itu akan merugikan negara kita apalagi Indonesia memiliki pasar yang paling potensial dengan jumlah penduduk terbanyak.
Dari segi kesiapan maskapai lokal Indonesia, saya rasa kita belum siap. Maskapai penerbangan Indonesia masih sangat tertinggal jauh dari maskapai milik Malaysia maupun Singapura. Dari segi pelayanan, kenyamanan, apalagi keselamatan, maskapai Indonesia sangat tertinggal jauh. Apabila maskapai Indonesia tidak siap maka kebijakan open sky policy akan menyebabkan pangsa pasar diambil oleh maskapai negara lain, bisa Malaysia Airlines, Singapore Airlines, atau Thai Airways yang memiliki track record yang sangat baik dari segi pelayanannya. Dengan demikian, ancaman pun akan terjadi bagi industri penerbangan kita karena persaingan akan sangat ketat. Sebagaimana kita ketahui, Indonesia dengan jumlah penduduk yang sangat besar merupakan pangsa pasar potensial bagi maskapai penerbangan negara lain.
Sebenarnya Open Sky Policy sangat menguntungkan karena masyarakat ASEAN akan mudah apabila ingin melakukan mobilisasi dan integrasi Masyarakat ASEAN pun akan semakin kuat karena mudahnya mobilisasi manusia dan barang. Masyarakat Indonesia akan mudah untuk mencari maskapai penerbangan apabila ingin pergi ke Filipina, Vietnam, bahkan Kamboja dan negara-negara ASEAN lainnya apabila kebijakan open sky policy ini terlaksana. Namun yang perlu dilakukan agar negara tidak dirugikan oleh kebijakan ini adalah memperkuat dunia penerbangan dalam negeri. Pemerintah harus memperbaiki industri penerbangan dalam negeri, maskapai domestik harus dikuatkan, pelayanan dan keselamatan harus diperkuat agar tetap mampu bersaing dengan maskapai negara ASEAN lainnya, karena apabila tidak Indonesia akan tergilas habis oleh liberalisasi ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar