Awal pekan lalu Turki kembali dilanda krisis politik karena adanya ketegangan antara Sipil dan Militer dalam kehidupan politik di Turki. Turki adalah negara yang termasuk menganut demokrasi, namun selama pemerintahan Turki modern dibawah Mustafa Kemal Atatürk, militer memiliki peran yang cukup penting dalam sistem pemerintahan Turki. Militer Turki selama ini berperan sebagai penjaga sistem sekuler yang selama ini dianut oleh Turki sehingga peran militer cukup diperhitungkan dalam kehidupan politik di Turki. Namun akibat hubungan tersebut, Turki masih terus dibayangi oleh akan potensi terjadinya konflik antara Sipil-Militer seperti yang terjadi awal pekan lalu. Awal pekan lalu, pengadilan Turki menahan 49 perwira tinggi, termasuk Panglima Angkatan Udara dan Angkatan Laut serta sejumlah jenderal senior atas tuduhan terlibat dalam kelompok kudeta pada tahun 2003. Penahan yang dilakukan oleh pemerintah tersebut berdampak besar terhadap guncangan hebat yang terjadi antara Sipil-Militer ataupun pemerintah dan pihak oposisi.
Sebenernya ketegangan bisa dikendalikan ketika pimpinan sipil dan militer sepakat menangguhkan penahanan atas Panglima AU dan AL dengan alasan kedua jenderal diyakini tidak akan melarikan diri. Namun, ketegangan kembali memuncak pasca keputusan pengadilan untuk menahan lagi 11 perwira tinggi termasuk beberapa jenderal. Dengan demikian total perwira yang ditahan mencapai 31 orang.
Ketegangan politik semakin berdampak besar dimana pihak oposisi mendorong untuk dilakukannya percepatan pemilu, namun pemerintahan Erdogan menolak dengan asumsi bahwa secara demokrasi militer harus tunduk kepada pemerintahan Sipil. Ketegangan ini semakin menarik untuk disimak karena dalam sejarah Turki, pihak militer telah berhasil melakukan dua kali kudeta yakni pada tahun 1960 dan 1997 dengan alasan sekulerisasi.
Ketegangan politik ini kembali mengisyaratkan bahwa Turki kembali sedang mengalami kondisi yang sangat dilematis. Disatu sisi, pihak militer yang mengemban tugas penting dari pendiri Turki modern, Mustafa Kemal Ataturk untuk menjaga sekuler agar tetap dianut di Turki. Namun disisi lain, pemerintah sipil yang saat ini dipimpin oleh partai yang berhaluan agamis mulai mengarah terhadap keinginan untuk mengadopsi aspirasi rakyat untuk menerapkan dasar agama kembali pada sendi-sendi kehidupan di masyarakat. Sepertinya pihak militer-sipil harus kembali ke meja perundingan untuk menghasilkan kesepakatan politik agar ketegangan bisa kembali meredah karena bukan tidak mungkin Turki akan kembali mengalami krisis politik apabila pihak militer kembali ingin melakukan upaya kudeta.